Oleh ; Bung eM *)
GENAP 30 hari ke depan, Pencoblosan itu akan berlangsung disemua provinsi dan kabupaten/ kota se- Indonesia, tepatnya Rabu (Pon), 27 November 2024 persis 25 Jumadil Awal/uwlaa 1446 Hijriah, jika tak aral melintang yang menjadikan penghalang untuk hari “Suksesi” Kepala daerah tersebut.
Setidaknya, terpantau dari banyak pasangan calon (Paslon) kepala daerah yang terdiri dari Petahana, baik yang berada pada posisi Cagub/ Cawagub sebelumnya Gubernur ataupun wakil Gubernur kecuali Wakil Gubernur Sumatera Barat (red–Audy Joinaldi) , Cabup/ Cawabup yang sebelumnya Bupati atau Wakil Bupati, dan Cawako/Cawawako sebelumnya Walikota maupun Wakil Walikota, maka untuk sebutan itu dinamakan dengan kandidat “Petahana”.
Miris ketika sesama Petahana tampil dengan posisi Head to Head (H2H), atau dibaca juga “duel” dan istilah kerennya disebut pula dengan “one by one”, artinya tidak ada selingan calon-calon lain yang ikut berpartisipasi dalam “suksesi” Pilkada, dan kesimpulannya hanya ada dua Paslon yang berkompetisi, sementara sisanya dengan berbagai alasan.

Alasan pertama; karena memang daerah tersebut tak punya tokoh kafabel lagi yang pantas untuk diajukan atau mengajukan diri untuk ikut sebagai kontestan. Kedua ; karena SDM tak mendukung untuk jadi kepala daerah, yang ketiga ; karena memang paslon tidak dipinang oleh Partai Politik yang punya perolehan kuato kursi untuk pencalonan kepala daerah.
Keempat; dengan tujuan para tokoh daerah ingin sediakan ring bebas agar “Petahana” yang kareh arang (baca ; Karengkang) betul-betul adu taring dan adu massa berpengaruh pada pilkada di daerah tersebut.
“Buzzer“, media sosial dengan beraneka corak akun bodong adalah saat ini menempati posisi teratas untuk pengaruhi calon pemilih dan juga berpotensi untuk sebar fitnah dan bermacam hujatan yang semuanya itu dengan tujuan untuk merendahkan dengan serendah-rendahnya lawan politik dan saingan “jargon” masing-masingnya.
Secara indigo politik, Petahana yang berada pada posisi H2H atau duel adu tarung one by one akan menimbulkan gesekan tajam yang disebut “menyala abang q” baik antar sesama paslon terutama antar pendukung, relawan dan masing-masing tim pemenangannya, disini diperlukan ekstra pengamanan dan pengayoman bagi aparat semua lapisan yang sengaja ditugaskan untuk itu.
Tidak cukup sampai disitu (pengamanan ekstra), bahkan ikrar pencanangan pilkada “Damai” hanya teori “cari muka” ke publik dan sekaligus untuk menghibur para penyelenggara Pemilihan Umum, artinya akan berbuah pahit dan suul khootimah pasca pencoblosan, hal ini disebabkan karena semua pihak, baik Paslon, relawan, simpatisan dan Tim Pemenangan tidak menerima sebagai tim yang kalah tanding.
Akibatnya, saling hujat, saling cari kesalahan “petahana” pemenang karena pihaknya dikalahkan, dan terang saja petahana yang kalah mengetahui secara detil “kakobe” Petahana pemenang sewaktu menjabat.
Sportifitas ibarat berolahraga akan ditaklukan dengan sorak sorainya desakan simpatisan, akal sehat akan pupus, semuanya kembali adu taring saling duel yang runcing-runcing, ranah hukum adalah alternatif final, yang jelas cipta kondisikan kekacauan dengan konsep hujatan baru, final ekstrimnya “Chaos“.
Rotan manau yang digenggam aparat pengamanan hanya pentung biasa, simulasi dengan bubar paksa demonstran pencipta chaos dengan menggunakan watter canon dan sejumlah perisai tameng hanya bisa disentuh waktu simulasi pengamanan saja oleh institusi terkait saja, intinya “demonstran” tetap ” demonstran”, pembuat onar tetap dititik garis “chaos-nya”—- dengan semboyan “kami siap mati demi jagoan kami” atau ” kami tolak hasil pemilu, dan kami tidak akui proses pemilu— pemilu curang, dan bermacam ocehan kutukan lain sebagainya dari si -KALAH
Orang kalah memang begitu, pemilu damai dan Pilkada “Badunsanak” hanya “pepesan kosong” yang tak bernilai sama sekali, yang terjadi hanya “Tolak Hasil Pemilu”.
Terakhir guna memberikan keyakinan untuk sanubari ini, sembari akan berucap “sebelumnya kami juga tidak dapat mempercayai anda, dan kami juga belum melihat ada kelebihan prestasi apapun jika dibanding dengan kami,
“……wamaa naroo lakum ‘alainaa minfadhli bal nnadzunnakum kaadzibiin..”
“….Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta”.
Wallaahu a’laamu bish showwab [ ]
*)penulis adalah Pemred empatzona.com, dan Advokat aktif pada IKADIN