Photo Istimewa; Ketua PBNU KH.Yahya Cholil Staquf (Kiri), dan Ketua PCNU Kab.Agam Akmal Hadi
Oleh ; Dr (Cand) Akmal Hadi,S.HI,M.Pd,Gr
(Ketua PCNU Kabupaten Agam dan Anggota Tim Formateur PWNU Sumbar 2025)
DILAHIRKAN dari keluarga besar beraliran fiqh Madzhab Syafi’i (Syaf’iiyyah), dengan aliran organisasi kemasyarakatan (Ormas) Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dimana sang Maestro pendiri Perti berdomisili dan mendirikan pondok pesantren bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung, di Nagari Candung Koto Laweh, beliau almukaraam Sjech Sulaiman Ar-Rasuuliy Raahimahullaah, penulis cukup berbangga ketika banyak orang menyebutnya dengan “anak siak” beraliran Tarbiyah.
Dimana para alumni Tarbiyah Candung yang juga disebut dengan “anak siak” Pakan Kamih, karena pondok pesantren pencetak banyak ulama PERTI ini berada di Pakan Kamih tempat Inyiek Candung mendirikan Pondok Pesantren MTI Candung, dan tidak menyebutnya dengan PPTI, melainkan MTI Candung, tertulis ukuran Font besar pada dinding Madrasah yang mengahadap Barat, persis berseberang jalan dengan Masjid Tarbiyah Pakan Kamih.
Penulis diasuh, dididik, diasah, digembleng untuk mulai mengeja dan sebut huruf khoffat, kemudian berubah nama dengan huruf Jar, yang kita mulai dengan alkalaamu huwal lafdzu almurakkabu almufiidu bil wadh’i, penulis dituntut bagaimana harus baca, usholly farda…...dan harus allaahumahdiny fiy man hadait …..(qunut) pada rakaat terakhir sholat shubuh, dan sholat taraweh dengan 20 rakaat dengan pola 2 rokaat salaam, kita harus bertahlil dan bertalqiin serta tunduk dengan doa bilangan 7 hari ngaji, dan 2 x 7, doa 40, 50 sampai dengan 110 hari untuk pengantar istirahat mayyit dalam kubur.
Berbangga hati kami “anak siak” yang sering dijuluki dengan anak tarbiyah, tak satupun kami ajukan protes pertanda komplein terhadap warga yang sebut dan panggil kami dengan “anak siak”, karena memang pembekalan untuk jadi anak siak memang harus mengikuti prosesi pembelajaran pondok dengan sistimatis halaqah, mudzakarah, dan mendatangi guru “ngaji” untuk kembali setor dan ulang kaji.
Kami bermadzhab Syafi’i (Syaf’iiyyah) sepengetahuan penulis tak satupun dari keluarga penulis melenceng dari paham Syafiiyah, fanatik berat aliran tauhid abul hasan Asy’ari dan Imam Mansyur almaturridiy, kami fanatisme ajaran yang demikian.
Ayah penulis pengamal ajaran ini “Syafiiyah” tulen, berpegang teguh dengan paham ahlussunah waljamaah, pendiri pondok pesantren tradisional Ashabul Yamin Lasi lebih kurang 35 tahun silam, pengamalan dalam beribadah beliau Istiqomah dengan Syaf’iiyyah dan Thoriqoh Sathariyah, sampai saat ini, insyaallah, wallaahua’laam bish showwab.
Sepanjang yang diketahui oleh penulis, PERTI adalah ormas besar yang wadahi kita orang Tarbiyah, Perti adalah rumah besar orang Tarbiyah, tak kurang satu pun dengan Ormas ini untuk membina secara reel dalam tatanan berorganisasi, namun sangat disayangkan kondisional PERTI “Rumah Gadang” kita kurang ayomi dan tidak bisa porsi waktu banyak dan kontinyu guna “menyapi” suapi tarbiyah-tarbiyah kecil untuk dibina dan dibesarkan yang kelak akan jadi estafet untuk keberlangsungan hidupnya Perti dimasa mendatang.
Secara administratif, Perti belum bisa inventarisir keberadaan tarbiyah-tarbiyah kecil di Republik ini, database keberadaan Perti tidak terakomodir oleh struktural penting Ormas yang didirikan Inyiek Candung 05 Mei 1928, kita berharap Perti besar dari tarbiyah-tarbiyah kecil yang harus diayomi dan dipupuk tumbuh kembangkan secara bertahap.
Saya bangga jadi anak Perti yang lahir dari rahim Perti pada bumi dimana Perti dilahirkan, sampai saat ini roh jiwa tetap berpahamkan Ahlussunah Waljamaah dalam tuntutan dan ajaran para guru-guru dan mua’alim serta seruhan para Mursyid, patut bangga dan sejatinya wajib fardhu ‘ain dengan Ahlussunah Waljamaah.
BERLABUH DENGAN NAHDATUL ULAMA
Atas kesamaan visi misi dan berpahamkan Ahlussunah Waljamaah, dalam renungan istikharah yang penulis anggap sudah khusu’ dalam bermunajat kepada-NYA, akhirnya lebih kurang 4-5 tahun silam penulis berlabuh dengan ormas Nahdatul Ulama.
Ini Ormas, sama halnya dengan ormas-ormas Islam yang lain, ya Perti, ya Muhammadiyah, agaknya tidak perlu di “Syarah” terlalu dalam, karena ini hanya sebatas Ormas, bukan berpalingnya dari akidah satu ke akidah yang lain, bukan pula pembahasan antara kafir atau mukmin, melainkan sebatas Ormas.
Istiqomah dengan Ahlussunah Waljamaah adalah rujukan mendasar bagi Ormas NU, sama halnya dengan PERTI, dan tidak apalah, dari NU ke PERTI atau sebaliknya, kedua ormas ini bagaikan saudara kandung, maka kemudian berbanggalah Penulis dengan PERTI sama halnya kebanggaan kita dengan NU.
Debutan NU akhir-akhir ini yang semakin Membumi di “Ranah Minang”, bagaikan merajut sutera emas dari pintalan yang telaten, peran Sang Profesor Ganefri adalah dominan untuk picu warga Nahdliyyin agar hidup dan tumbuh subur serta berkembangnya Nahdhatul Ulama dibumi Andalas ini
Diulang-ulang oleh Kiyai Yahya Cholil Staquf yang disampaikan dalam bentuk apresiasi kepada lokomotif Nahdiyiin di Sumatera Barat, ya PWNU dibawah komando Rektor UNP dua periode ini, saat ini terlihat geliat NU di Sumatera Barat, Membumi saat ini, kedepannya Nahdiyiin tidak kemana-mana namun ada dimana-mana.
“Luar biasa responsif Nahdiyiin Ranah Minang, saat ini terlihat berkembang pesat, terimakasih diucapkan kepada penggerak NU di Sumatera Barat”, Ucap Ketua PBNU KH.Yahya Cholil Staquf saat lantik dan kukuhkan PWNU Sumatera Barat, Selasa, 29 April kemaren di Auditorium UNP dihadapan tak kurang 2.700 warga Nahdliyyin sebagai utusan dari 19 Kabupaten dan Kota Se-Sumatera Barat.
Warga Nahdliyyin dalam Ormas NU adalah ormas toleran, dan mencintai serta mendukung pluralisme, anti kekerasan, cinta perdamaian.
Pluralisme dalam suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) adalah bentuk pluralisme yang dijunjung tinggi Nahdhatul Ulama, NU anti terhadap kesenjangan sosial, dan akan perkuat karakteristik pendidikan masyarakat, NU adalah ormas yang suka untuk bersanding dan menolak untuk “Bertanding”.
Di Bumi Andalas, Ranah Minang dan Sumatera Barat Umumnya, kehadiran NU yang tergolong pesat dan lonjakan warga Nahdliyyin hampir 78 persen dari periode kepengurusan PWNU sebelumnya adalah cerminan bangkit-nya NU di Sumatera Barat dengan Istiqomah berpahamkan Ahlussunah Waljamaah.
“Kita membumi untuk bersanding dan toleransi, bukan bertanding untuk mengkebiri”, Nahdiyiin Jaya, Ranah Minang Jalin Ukhuwah.[]