Pendidikan Karakter di Era Digital: Tantangan dan Strategi di Lingkungan Pesantren

- Jurnalis

Jumat, 23 Mei 2025 - 11:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Ustadz Akmal Hadi *)

KEMAJUAN ilmu pengetahuan dibidang Tekhnologi, terkhusus untuk digitalisasi semakin hari semakin tak terbendung, tak terhambat, itu semua adalah anugerah-NYA untuk kemajuan peradaban— kita memang menuju ke arah yang demikian, ini adalah sebuah barometernya tentang beradab dan punya peradabannya suatu bangsa.
Era digital (digitalisasi) telah membawa dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan, mulai dari tingkat awaliyah ( PAUD saat ini) sampai masuk ke ruanngan pendidikan menengah dan bahkan sampai ke sudut-sudut kampus dan perkantoran, kemajuan teknologi memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dan memperluas cakrawala keilmuan.

Transaksi dalam bermu’amal misalnya, semua sudah berproses dengan Digital, ini era memang “gacor” untuk kemajuan, gaptek (Gagap Tekhnologi) adalah musuh terbesar dari peradaban ini, kita dituntut untuk tidak lengah apalagi abai dengan kemajuan itu.

Disisi lain, era digital juga menghadirkan tantangan serius dalam pembentukan karakter, pembina akhlak dan peradaban yang ber-adab,  khususnya di lingkungan pesantren yang selama ini menjadi benteng nilai-nilai moral dan spiritual, moga saja dengan harapan hal ini tidak terjadi.

Tantangan Utama

Beberapa tantangan utama pendidikan karakter di era digital antara lain:

1. Disrupsi Nilai Tradisional
Akses yang tak terbatas ke berbagai konten global sering kali memperkenalkan nilai-nilai yang bertentangan dengan budaya pesantren.

Photo bersama Prof. Ahmad Wira, M.Ag., M.Si., Ph.D, Guru Besar UIN IB Padang

Merasuknya serba digital ke ranah pesantren seharusnya ini dinilai sebuah rahmat, karena tidak membuat santri gaptek dan monoton dalam hal pembelajaran pondok saja, akan tetapi juga akan melihat dunia dari segala lini yang sudah pasti terangkum dalam menu digitalisasi tersebut.

Dikatakan sebagai tantangan, adalah karena kekhawatiran “kuper” -nya santri selama ini atau disebut minus melek tekhnologi, justru akan menambah dosis pergaulan yang tidak terkontrol dikalangan santri, sejatinya kita berharap santri akan fokus dengan kajian pemondokan yang notabene dituangi dengan spesifikasi ilmu agama sebagaimana ciri khas-nya sebuah pemondokan di pesantren.

2. Kecanduan Teknologi
Santri kini menghadapi risiko kecanduan gawai, media sosial, dan permainan daring, yang dapat mengganggu disiplin dan fokus belajar.

Candu, ketagihan dalam ber-digitalisasi adalah sebuah “pandemi” bagi santri ketika tidak punya filter dan tidak punya schedule pembagian waktu dalam keseharian, sebagai akibat kecanduan ber-games ria dengan digitalisasi.

Baca Juga :  MKPP Agam, Silaturahmi Dengan Bupati, Ini Harapan Bupati Agam

Masih untung dengan candu Games, bagaimana jika kecanduan itu melebar ke arah tontonan yang seharusnya bukan lagi merupakan konsumsi mereka untuk saat ini.

3. Krisis Keteladanan Virtual
Figur-figur publik di media digital yang kurang mencerminkan nilai-nilai islami dapat memengaruhi sikap dan perilaku generasi muda.

Tampilan tayangan pada media sosial hari ini sebagaimana yang disebut dengan FYP (for you page), adalah konten-konten viral, yang nuansa positifnya hanya berkisar antara 20-25 persen, selain dari itu konten viral ada pada ambang batas  kurang mendidik, sebenarnya jika punya filter untuk ber-digitalisasi (medsos), ada kaidah khususnya seperti Skip atau lewati maupun istilah lainnya menyebutkan dengan take down.

Figur yang tampilpun ada karakteristiknya, masih untung kalangan santri diajak untuk bermedsos sekadar “ditunjukkan” dengan paduan khusus untuk itu, bagaimana jika fyp tersebut adalah sesuatu yang tidak diundang, akan tetapi hadir dengan sendirinya, inilah sebuah tantangan.

Strategi Penguatan Karakter

Pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis nilai, memiliki potensi besar untuk menanggapi tantangan ini dengan strategi yang tepat, antara lain:

1. Integrasi Teknologi dengan Nilai
Mengembangkan pembelajaran berbasis digital yang tetap menanamkan nilai-nilai keislaman dan entrepreneurship, seperti video pembelajaran akhlak, kisah inspiratif ulama, dan konten dakwah kreatif.

Dalam konteks ini, para kreator konten harus lahir dari kalangan yang bisa membedakan manfaat dan mudharat, mana yang dikatakan dakwah atau dan mana hasutan, dan ini perlu diperhatikan agar, bermedsos tidak kecanduan dengan hal berbau amoral.

2. Penguatan Kurikulum Akhlak
Menekankan pendidikan akhlak dan karakter sebagai bagian inti dari kurikulum, tidak hanya dalam teori, tetapi melalui praktik dan keteladanan.

Baca Juga :  Anak Nagori Koto Nan Ompek Sepakat  Dukungan Al-JH

Mengukuhkan akhlak dengan pembelajaran kontinyu adalah sebuah solusi, penanaman karakter yang tadinya makruh, demi menjaga keterpeliharaan akhlak, pembuat konten atau pembimbing santri harus meningkatkan hukum makruh jadi haram, ini bertujuan ikhtiyadh (kehati-hatian) demi terjaganya karakteristik dan adab.

3. Literasi Digital Islami
Membekali santri dengan kemampuan memilah informasi serta etika dalam menggunakan teknologi sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Pengayaan bacaan bersifat manual, dengan mempertegas bahwa referensi yang diperbolehkan untuk dijadikan acuan adalah referensi yang bersifat manual dan tidak akan diterima bagi yang Pergunakan literasi digital sebagai referensi sebuah ungkapan, ini harus dipertegas demi meminimalisir penggunaan digitalisasi dikalangan santri.

4. Keteladanan Kyai dan Asatidz (para ustadz) peran figur sentral dalam pesantren sebagai model teladan harus semakin dikuatkan, termasuk dengan aktif hadir di ruang digital.

Kehadiran pengasuh, pembina dan pembimbing santri adalah harus merupakan kehadiran sosok kedua orangtuanya dihadapan santri, hal ini akan menjadi acuan, bahwa yang membimbing yang mengasuh dan membina dia saat ini adalah tokoh kedua orangtuanya.

Kharismatik dengan adab ke-guruan yang seharusnya di Gurui dan di Teladani adalah salah satu bentuk membuat santri menghormati “sang Guru”, asaatidz, dan kiyai.

Saling menjaga marwah dan adab sesama guru juga merupakan rujukan tersirat yang harus dicontohkan kepada santri, hal ini membuat pamor guru/kiyai semakin punya nilai, ini akan jadikan rujukan bagi santri, bahwa rasa kerinduan santri bertatap muka dengan asaatidz nya adalah sebuah keberkahan yang patut diambil, sikap seperti ini niscaya akan kelahkan kecanduan mereka ber-digitalisasi, karena rindu Kiyai dan Ustad -nya .

Wallaahua’laam bish showwab []

*) Penulis adalah Ustadz Akmal Hadi,S.HI,M.Pd,Gr (Doktor Candidat) UIN Bukittinggi, Raaisul ‘Aam Pondok Pesantren Ashabul Yamin Lasi Kabupaten Agam, Dan PCNU Kabupaten Agam.

Berita Terkait

Hamba yang Fana, Allah yang Baqa
Selain Berbahasa Melayu, Disdik Riau Intens Dengan Program Bahasa Asing
Pengabdian Terbaik Untuk Kemajuan Pendidikan Provinsi Riau
Ketakutan Adalah Beban Pribadi, Keberanian Adalah Hadiah untuk Dunia
Saatnya Indonesia Merawat Optimisme dengan Aksi Nyata
Pendidikan Berbasis Kebijaksanaan :  Solusi Rasulullah untuk Masalah Kenakalan
Remaja
Kurikulum Cinta, Implementasi Terhadap Toleran Dalam Keberagaman
Gerindra Tanah Datar Segera Tempati Kantor Refresentatif
Berita ini 47 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 23:01 WIB

Hamba yang Fana, Allah yang Baqa

Minggu, 1 Juni 2025 - 11:29 WIB

Selain Berbahasa Melayu, Disdik Riau Intens Dengan Program Bahasa Asing

Rabu, 28 Mei 2025 - 23:06 WIB

Pengabdian Terbaik Untuk Kemajuan Pendidikan Provinsi Riau

Sabtu, 24 Mei 2025 - 22:35 WIB

Ketakutan Adalah Beban Pribadi, Keberanian Adalah Hadiah untuk Dunia

Sabtu, 24 Mei 2025 - 13:13 WIB

Saatnya Indonesia Merawat Optimisme dengan Aksi Nyata

Berita Terbaru

Ekslusif

Hamba yang Fana, Allah yang Baqa

Selasa, 17 Jun 2025 - 23:01 WIB

Ekslusif

Pengabdian Terbaik Untuk Kemajuan Pendidikan Provinsi Riau

Rabu, 28 Mei 2025 - 23:06 WIB

Ekslusif

Saatnya Indonesia Merawat Optimisme dengan Aksi Nyata

Sabtu, 24 Mei 2025 - 13:13 WIB