Oleh ; Akmal Hadi*)
MENDEKATI Fase “Gasspollll” seharusnya, ketika waktu efektif untuk sosialisasi dan kampanye terbuka door to door bagi seluruh pasangan calon (Paslon) Pilkada yang relatif singkat saat ini, malah terjadi berbalik tekad dan blunder bagi hampir semua Paslon diseluruh Kabupaten dan Kota se Sumatera Barat.
Rata-rata penyebab semua itu adalah karena posisi dan peran Konsultan Politik (KonsPol) masing-masing Paslon juga tidak fokus dengan tugas dan fungsi sesungguhnya, bahkan saat ini identiknya konsultan bukan hanya mem-peta-an dan memanej tata kelola pergerakan yang seharusnya dikerjakan oleh Paslon dan Tim Pemenangan (TimNang) Paslon.
TimNang plus relawan saat ini, mulai tercerai berai bagaikan tak jelas arah guna men-jaja-kan sang jagoan-nya–Ya terang saja buntut dari tercerai dan terurai secara arogansi personal TimNang plus Relawan tersebut merupakan polaisasi untuk meng-kerdil-kan sang Paslon sebenarnya yang semua itu terjadi tanpa sengaja, maka preseden jelek yang muncul kepermukaan itu adalah karena TimNang dan Person relawan yang arogan.
Diakui atau tidak, bahwa KonsPol tidak punya schedule pembekalan untuk para TimNang dan Relawan, semuanya hanya mengingatkan Paslon yang dijadikan sebagai mangsa Konsul-nya, KonsPol tak punya ruang gerak guna ingatkan pola kerja Tim plus relawan, karena relawan dan TimNang masing-masing Paslon “patenteng-pa tenteng” saat menjual program jagoan masing-masing nya.
Sejatinya, Paslon, Konsultan Politik, Relawan, TimNang, adalah audien yang sama satu forum guna tatakelola trik jitu “gacor” untuk tekad pemenangan, kenyataannya, TimNang Jalan sendiri, relawan busung dada untuk saling hasut dan fitnah tak bernilai, KonsPol tampil “jumawa” dengan arah yang tidak jelas.
Kinerja tak punya koneksi antar lintas Tim Besar suatu Paslon, adalah kegagalan Konsultan Politik Paslon yang kurang profesional dalam tugas pokok dan fungsinya, akibatnya Paslon lebih memilih jalan sendiri dengan Tim yang disebut Range I, Range II dan VIP TimNang ketimbang KonsPol tak punya ide dan nalar tak bermutu.
Selanjutnya kehadiran kawanan jurnalis dalam kumpulan SK TIM Pemenangan adalah “Beban Berat” Struktur ditanggung Paslon yang seharusnya tidak punya arti dan minus manfaat bagi Paslon, karena ekspose pada media adalah ungkapan Paslon dengan program pada masa kampanye, syukur saja jika Program yang disampaikan adalah ibarat pemutaran satu kaset tape recorder yang dapat diputar secara berulang pada forum yang sama dan kapan saja, sehingga peran Jurnalis dalan Struktur Tim Pemenangan adalah beban berat bagi Paslonnya yang seharusnya tidak dibutuhkan, terlebih saat ini, berbagai Media Sosial dan peran netizen yang jauh lebih bisa berpikir jernih pada medsos yang digelutinya.
Tidak perlu alergi dengan hujatan dan “olok-olok” para Netizen pada media yang luasnya mendekati “luas semesta” ini, sebab boleh jadi hujatan dan fitnah netizen adalah cambuk pemicu guna membekali katakter tegar dan sabar dalam era serba digital untuk masing-masing Paslon.
Jika memungkinkan, mengingat waktu kasif yang butuh perhitungan cepat dan akurat, KonsPol kembali ke tatanan awal, dan relawan tetap semai bibit unggul, TimNang konsentrasi dalam perjuangan agar semuanya Happy Ending terwujud, jika tidak, perhatikanlah seluruh struktural TimNang, bagaikan Anak Pantau yang gerombolan, tamsilnya, “Aie Gadang Sampan Ndak Hanyuik”, atau istilah lain menyebutkan “,Gadang Suok tapi ndak Manganyangi”.[]
*)Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral UIN Bukittinggi, Ketua FKPP Sumatera Barat,Ketua PCNU Kab.Agam, Alumni MTI Candung,95, dan Pimpinan PonPes Ashabul Yamin, Lasi,Agam