LIMAPULUH KOTA, empatzona.com ,-Pemikiran pejuang revolusioner kemerdekaan Indonesia Ibrahim Datuk Tan Malaka atau dikenal dengan Tan Malaka, tidak pernah “Lakang dek paneh, lapuak dek hujan”, karena gagasan pemikirannya selalu relevan dengan perkembangan zaman, bahkan Tan Malaka, menyebut
“dari dalam kubur suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”.
Setidaknya, pemikiran Tan Malaka yang lahir 2 Juni 1897, di Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota dan dipanggil pulang menghadap Alloh SWT pada 21 Februari 1949, akan selalu hidup, dari waktu ke-waktu, pemikiran dari sosok Tan Malaka, tidak pernah habis untuk dibicarakan.
Pada haul ke-76 kali ini, Yayasan Ibrahim Datuak Tan Malaka (Ibratama), membuat diskusi publik membedah pemikiran dan gagasan bapak Rebublik itu. Disamping ada kegiatan diberapa tempat seperti di Depok, dilaksanakan oleh anak-anak muda Tan Malakais, Kediri, diadakan oleh Tan Malaka instituet Jawa Timur yang dikumandoi Imam Mubarak dan Suliki, Pandam Gadang, Sumatera Barat., dan secara pirtual melalui Zoom bekerjasama dengan IBPI, Forum Alumni Universitas Mataram (FAUM) Indonesia, AISI.
Ketua Yayasan Ibratama, Ferizal Ridwan, menghadirkan pembicara, pada diskusi publik yang dimoderatori oleh tokoh pemikir Lima Puluh Kota, Budi Febriandi, ada Ben Ibratama Tanur (Pendiri Tan Malaka Institute), Khairul Apit (Politisi dan Mantan Anggota DPRD Lima Puluh Kota), dan juga memberi sambutan Ketua LKAAM Sumatera Barat yang juga Mantan Walikota Padang 2 Priode, H Fauzi Bahar.
Ketua Yayasan Ibratama, Ferizal Ridwan, saat membuka kegiatan menyampaikan bahwa Tan Malaka adalah pejuang yang tidak kenal lelah, dan menjadi musuh abadi dari kezoliman, kebrutalan, kehendak bebas dan penindasan sistematik yang dilakukan oleh kekuasaan, kerakusan dan kepura-puraan atas nama apa saja.
Ferizal Ridwan yang selalu gigih memperjuangkan hak-hak kepahlawanan Tan Malaka, juga menyebut Tan Malaka akar dari gagasan Republik Indonesia, pangkal dari kebangkitan nasional yang penuh dengan cita-cita luhur, Tan Malaka adalah pahlawan nasional, bapak Republik.
“Bila apa yang terjadi dalam hidup kita, adalah kali kedua setelah bekerja dalam pikiran kita, maka pikiran tentang Republik Indonesia ini Bernama Ibrahim Simabua Datuk Tan Malaka. Beliau lah yang menyempurnakan ethos, logos dan pathos dari segala pertanyaan, kegelisahan, dan kerinduan akan kemerdekaan 100 persen,” sebut Ferizal Ridwan.
Mantan Wakil Bupati Lima Puluh Kota yang terus berjuang untuk mendirikan Universitas Tan Malaka di Lima Puluh Kota ini, mengatakan Tan Malaka adalah tauladan atas sikap seorang pejuang sejati. Beliau yang berani berkorban apa saja, demi bangsanya, demi akal sehat yang harus diwujudkan sebagai realitas negara ini.
Buya, panggilan akrab Ferizal Ridwan Sultan Purnama Agung, juga menyampaikan perkembangan dari waktu kewaktu perjuangan Ibratama mulai dari sejak perjuangan penjemputan dan pemulangan beliau Ibrahim Datuk Tan Malaka, tahun 2016 lalu dan tahun 2017. “Kita telah dapat pula menetapkan Rumah dan komplek Makam Tan Malaka ini, dijadikan Cagar Budaya daerah, melalui Keputusan Bupati lima puluh kota nomor 173 Tahun 2017.

Dan tahun 2019 rumah Tan yang selama ini terbiarkan sudah mendapat perbaikan rehap ringan, dan terbaru juga sudah diresmikan Menteri Kebudayaan RI bapak Fadli Zon sebagai Cagar Budaya Nasional, tentunya lompatan-lompatan dan kemajuan perhatian terhadap perjuangan dan pewarisan gagasan dan ide Arta pemikiran Tan Malaka akan dapat selalu ditempat yang terbaik,” harapnya.
Secara strategis, disampaikan Buya, saat ini Ibratama sedang mengupayakan pendirian Universitas Tan Malaka, atau International Tan Malaka University, akan segera mempersiapkan beberapa program studi, yang selaras dalam perjuangan Tan Malaka.
“Setidaknya, kita akan mendirikan Program Studi Filsafat Perlawanan, agar seluruh spirit perlawanan itu bertumbuh dalam pangkal lahan akal budi manusia.
Kita akan mendirikan Prodi Ilmu Politik Kenegaraan, agar seluruh actor dalam Amanah pengelolaan negara, memiliki wahana bathin dan intelektual yang memadai dalam dirinya”.
“Kita akan mendirikan Prodi Studi Pembangunan, agar negeri ini mempunyai keberpihakan pada pembangunan kerakyatan, memiliki perhatian pada rakyat miskin, dan juga pada yang mereka yang terampas hak-haknya., pembangunan harus sebesar-besarnya demi kebaikan rakyat, bukan untuk pesta pora para pejabat yang penuh dengan kepalsuan. Kita juga akan mendirikan Prodi Ilmu Sosial Transformatif. Agar kemanusiaan itu tidak mati ditelan teori. Tidak sibuk berkubang di lumpur analisis laboratories. Ia harus hidup dalam denyut nadi rakyat, harus ada pada semangat Revolusi, dan beberapa prodi lainnya,” ungkap Buya. (khatik)