REGULASI-nya jelas, maka out put-nya pun dinilai valid, sehingga pemberitaan yang tayang secara online terkesan serius dan jangan dianggap enteng, ini perlu dicamkan, hal ini bertujuan agar semua pihak memahami bahwa inti dari pemberitaan tersebut benar-benar ada, sehingga perlu perhatian serius bagi semua pihak minimal pihak terkait dalam sebuah pemberitaan yang tayang.
Namun jika sebaliknya, maka pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan dari media ; baik cetak maupun online yang sudah terferivikasi , maka pihak terkait juga harus menyampaikan komplein dan minimal harus berikan hak jawab dan hak koreksi sebagaimana amanat dari pasal 5 (2 jo 3) UU No.40/1999 tentang Pers yang menjadi landasan para jurnalis berpijak.
Baru-baru ini, ada pemberitaan yang secara redaksional menyebutkan tentang “…Rekomendasi DPRD ….”, sekilas dapat inti dan maksud pemberitaan tersebut, yakni adanya “dugaan penghapusan asset karena belum waktunya…” dan sementara objek asset yang diberitakan versi sajian Jurnalis adalah objek yang belum cukup umur untuk dapat dihapuskan.
Laksana meluncurnya “anak panah” dari busur, begitulah terjangan ujung pena jurnalis penulis kabar ini, begitu berhasrat untuk memberi kabar dengan tekad sebagai pengawal kebijakan, apalagi kebijakan yang diberitakan terendus bertolak belakang dengan peraturan yang mengatur tentang sebuah asset versi pembuat kabar.
Tak bermaksud, ikut campur dalam urusan “soal asset-aset” ini, karena sebelumnya saya pribadi telah mencoba konfirmasi dan minta penjelasan (klarifikasi) ke pihak yang saya anggap berkompeten dalam masalah terkait, meskipun tidak puas dengan jawaban mereka, karena diduga “asal jawab” juga waktu itu, ya Gpp…(itu hak mereka).
“Sipatuang ka inggok” adalah ketika ada temuan awal secara kasat mata, bahwa pekerjaan yang tengah berlangsung pada objek yang dimaksud terindikasi adanya pembongkaran objek pekerjaan lama (2019), itupun sebagian kecil, namun tetap masuk dalam ruang lingkup asset yang sudah terdaftar secara otomatis pada pembukuan objek dan nilai asset negara/ daerah, karena memperoleh asset tersebut menggunakan pembiayaan dari keuangan negara/daerah.
“Kecil apa besar, banyak atau sedikit kalau sudah disebut dengan nama asset”, maka referensi untuk memelihara, menjaga, merawat, dan sekaligus untuk menghapuskan objek tersebut harus merujuk kepada aturan-aturan yang berlaku di Negara ini ; (ex. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah).
Jangan Anggap Enteng…!!!.
Sekali lagi, saya ingin sampaikan, “Jangan Anggap Enteng…..!”
Maka solusi dalam persoalan pemberitaan yang mungkin sudah maklum banyak pihak tentang materi pemberitaan media ini, anda kesal karena ada yang berani “gerogoti” lahan kegiatan anda, atau OPD yang anda “Big Bos-nya” merasa terpojok atas pemberitaan yang menurut anda “tidak seperti itu” , maka diharapkan kepada anda agar segera lakukan klarifikasi dan koordinasi dengan out-put pamungkasnya adalah “Hak Jawab dan Hak Koreksi” sebagaimana amanat UU tentang Pers.
Jika hanya berdasarkan kepada “kurang senang-nya” anda atas keberanian personal penulis kabar terhadap lahan dan objek ini, dan selanjutnya anda kasak kusuk dengan strategi “kuda-kuda tempang”, percayalah, indikasi yang disebutkan akan bermuara kepada pelanggaran aturan dan ketentuan yang berlaku, maka kesudahan akhirnya, anda stagnan dengan formasi “Game Over” pada titik Purna [0]
tak percaya….[?]
Wait n see….
Tulisan pernah tayang di akun fb redaktur tanggal 29 Juni,2021 lalu.[red.ezc]