Alam Takambang Jadi Guru: Revitalisasi Filosofi Pendidikan Minangkabau dalam Konteks Modern

- Jurnalis

Kamis, 8 Mei 2025 - 00:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy


Oleh: Dr. Charles, M.Pd.I.*)

[Penulis Adalah  Senator dan Dosen Tetap Pasca UIN BUKITTINGGI]


Pendahuluan

DI TENGAH arus globalisasi dan digitalisasi yang deras, pendidikan kerap kehilangan akar budaya dan konteks lokalnya, di Minangkabau, falsafah “Alam Takambang Jadi Guru” telah lama menjadi landasan pendidikan yang mencerminkan relasi harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan,  Sayangnya, nilai ini mulai terpinggirkan oleh pendekatan teknokratis yang terlalu menekankan kompetensi akademik.

Falsafah ini pada dasarnya mengajarkan bahwa setiap unsur alam adalah sumber ilmu, baik secara simbolis maupun praktis- dan  Filosofi ini bukan hanya retorika budaya, melainkan dapat ditemukan dalam praktik sosial dan adat Minangkabau, seperti dalam petatah-petitih, musyawarah kaum, bahkan dalam manajemen pertanian dan tata ruang nagari. Alam menjadi “kurikulum hidup” yang bersifat integratif dan holistik.

Oleh karena itu, revitalisasi “Alam Takambang Jadi Guru” menjadi penting bukan hanya untuk pelestarian budaya, tetapi juga sebagai tawaran solusi terhadap tantangan pendidikan modern yang kehilangan dimensi nilai dan spiritualitas, dalam konteks ini, filosofi Minangkabau dapat menjadi bagian dari model pendidikan berkelanjutan (sustainable education).


1. Alam sebagai Sumber Pendidikan Budaya

Dalam pandangan antropolog Clifford Geertz, budaya adalah sistem makna yang diwariskan melalui simbol, termasuk di dalamnya ekspresi hubungan manusia dengan alam. Di Minangkabau, alam dipandang sebagai cerminan nilai budaya; Misalnya, pepatah “karambia diambuang sabutnyo, pinang dibuang kulitnyo” mengajarkan prinsip efisiensi dan keberlanjutan melalui metafora tanaman lokal, sekaligus ini menunjukkan bahwa budaya Minangkabau mengkonstruksi alam sebagai sistem tanda dan nilai pendidikan.

Hasil riset oleh Universitas Andalas (2021) menemukan bahwa anak-anak di sekolah adat Minangkabau yang dididik melalui pendekatan alam menunjukkan pemahaman budaya dan etika sosial yang lebih kuat dibandingkan siswa yang hanya mendapat pendidikan formal, ini mendukung teori pendidikan kontekstual (contextual teaching and learning) yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dan relevansi lokal dalam proses belajar.

Revitalisasi pendidikan berbasis budaya yang memanfaatkan filosofi alam bisa menjadi alat efektif untuk melestarikan identitas budaya sekaligus menanamkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan tanggung jawab sosial, ini sangat dibutuhkan dalam konteks modern yang cenderung individualistik dan teknosentris.

2. Alam sebagai Wahana Pendidikan Agama

Dalam Islam, hubungan antara manusia dan alam bersifat spiritual dan amanah, bahkan Al-Qur’an menyatakan bahwa alam semesta adalah ayat-ayat kauniyah (QS. Al-Baqarah:164) yang harus dibaca dan direnungi sebagai bagian dari ibadah intelektual.

Baca Juga :  Khatam Qur'an ;  Fase Didikan Awal

Falsafah Minangkabau yang menggabungkan adat dan syariat memperkuat pandangan ini, sebagaimana semboyan “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”

Pendekatan ini selaras dengan konsep tauhid rububiyah dalam pendidikan Islam, di mana segala ciptaan Allah memiliki nilai edukatif. Studi oleh Zubaedi (2011) menunjukkan bahwa pendidikan lingkungan berbasis nilai-nilai Islam dapat meningkatkan kesadaran ekologis dan akhlak mulia peserta didik, Ini menunjukkan bahwa pendidikan agama tidak hanya berorientasi pada ritual, tetapi juga etika ekologis.

Dengan menjadikan alam sebagai “guru”, peserta didik diajak memahami Tuhan tidak hanya lewat kitab, tetapi juga melalui ciptaan-Nya. Pengalaman spiritual di alam terbuka – seperti mengamati matahari terbit atau proses tumbuhnya tanaman – dapat menumbuhkan keinsafan dan rasa syukur. Inilah bentuk pendidikan agama yang kontemplatif dan transformatif.

3. Alam sebagai Laboratorium Pendidikan Sains

Sains modern sejatinya lahir dari proses pengamatan terhadap fenomena alam, dalam tradisi Minangkabau, pengamatan terhadap alam – musim, angin, binatang – digunakan dalam pertanian, perikanan, hingga penanggalan adat. Ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal telah menjalankan bentuk awal dari metode ilmiah, meskipun tidak secara formal.

Dalam pendekatan pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, Math), pengamatan langsung terhadap lingkungan hidup menjadi bagian penting dari penguatan literasi sains, penelitian di Sekolah Alam Bukittinggi (2022) menunjukkan bahwa siswa yang belajar biologi dengan pendekatan berbasis observasi di alam menunjukkan pemahaman konseptual yang lebih baik dibandingkan dengan model konvensional di kelas.

Dengan menjadikan alam sebagai laboratorium hidup, sains tidak hanya diajarkan sebagai kumpulan teori, tetapi sebagai proses penemuan dan rasa ingin tahu. Ini akan membentuk peserta didik yang kritis, eksploratif, dan memiliki kesadaran lingkungan, sebagaimana semangat “belajar dari segala ciptaan Tuhan”.

Kesimpulan

Filosofi “Alam Takambang Jadi Guru” bukan hanya warisan kultural, tetapi merupakan paradigma pendidikan yang integratif dan relevan dengan kebutuhan zaman. Ia memadukan budaya, agama, dan sains dalam satu kesatuan pembelajaran yang bermakna. Revitalisasi nilai ini menjadi strategi penting untuk membangun sistem pendidikan yang kontekstual, berakar, dan berwawasan masa depan.

Pendidikan berbasis kearifan lokal ini tidak berarti mundur dari modernitas, tetapi justru memperkaya pendekatan pendidikan dengan nilai-nilai luhur yang telah teruji oleh sejarah, ketika alam kembali dijadikan guru, pendidikan tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk nurani dan karakter []

Baca Juga :  Jalan Menuju Ponpes di Sariak Laweh Ditutup Warga, Santri Lewat Pematang Sawah

*) Pemerhati Pendidikan Sumatera Barat
———————————————————
Referensi

Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. Basic Books.

Nasroen, M. (1957). Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka.

Navis, A.A. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Gramedia.

Piaget, J. (1973). To Understand is to Invent. Grossman Publishers.

UNESCO. (1996). Learning: The Treasure Within.

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Riset Unand. (2021). Laporan Program Sekolah Adat dan Pendidikan Kultural.

Sekolah Alam Bukittinggi. (2022). Laporan Evaluasi Pembelajaran Berbasis Alam.

Berita Terkait

Pelihara Dirimu dan Keluargamu Dari Siksa Neraka
Adab dan Ilmu, Bagaikan Menyebut Ayam Apa Telur Yang Duluan [?]
Kunker Ke Polres Rohil, Kapolda Riau Tegaskan Profesionalisme dan Green Policing
Kapolda Riau,Tagaskan : Siap Berantas Premanisme dan Ormas Meresahkan
Ikhlaskan Niat Hajji-mu, Yang Mabrur Itu Berbalas Ketaatan
Agar Terpatri dan Empaty-nya Dengan Jiwa Kebangsaan, SDN 01 Lima Kaum Ajak Siswa Nyanyikan Lagu Kebangsaan
Mewujudkan Pembelajaran PAI Yang Mendalam dan Bermakna di Era Modern
Khatam Qur’an ;  Fase Didikan Awal
Berita ini 41 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 9 Mei 2025 - 15:20 WIB

Pelihara Dirimu dan Keluargamu Dari Siksa Neraka

Jumat, 9 Mei 2025 - 11:06 WIB

Adab dan Ilmu, Bagaikan Menyebut Ayam Apa Telur Yang Duluan [?]

Jumat, 9 Mei 2025 - 00:34 WIB

Kunker Ke Polres Rohil, Kapolda Riau Tegaskan Profesionalisme dan Green Policing

Jumat, 9 Mei 2025 - 00:19 WIB

Kapolda Riau,Tagaskan : Siap Berantas Premanisme dan Ormas Meresahkan

Kamis, 8 Mei 2025 - 10:58 WIB

Agar Terpatri dan Empaty-nya Dengan Jiwa Kebangsaan, SDN 01 Lima Kaum Ajak Siswa Nyanyikan Lagu Kebangsaan

Berita Terbaru

Ekslusif

Pelihara Dirimu dan Keluargamu Dari Siksa Neraka

Jumat, 9 Mei 2025 - 15:20 WIB

Kab. Tanah Datar

Wabup Buka Sosialisasi Relokasi Mandiri, Ini Kata Wabup

Kamis, 8 Mei 2025 - 21:09 WIB