Oleh : Akmal Hadi *)
AKHIR-AKHIR ini, warga Nahdliyyin di Sumatera Barat itu seperti terbangun dari tidur lelap yang panjang, dan tentu saja setelah terbangun dan atau juga dibangunkan oleh suatu peradaban yang dianggap baru oleh sejumlah kalangan bahkan terasa asing bagi kaum nahdhiyyiin itu sendiri, padahal sebenarnya tidak demikian— apa sebab [?].
Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan bahwa Nahdhiyyiin di Sumatera Barat tertidur selama ini, antara lain karena selimut penutupnya tidak terbuka, kain selubungnya seperti belum “disingkap” oleh yang berkompeten untuk membuka tabir ke-Nahdhiyyiin-an di wilayah bertabur banyaknya Ulama-ulama kharismatik tempo doeloe.
Saat ini, selubung penutup sutthoh (atap) itu telah mulai terbuka dan menganga ke permukaan, ternyata Nahdhiyyiin di Sumatera Barat itu laksana bungker nahdhiyyiin yang selama ini bersemayam dalam tutupan yang seakan tak akan terbuka lagi.
Buktinya, geliat dan semangat NU itu terlihat disaat digelarnya Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Pergerakan Nahdhatul Ulama (PDPKNU) oleh Pimpinan Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Kabupaten Agam untuk Warga Nahdliyyin se-Sumatera Barat pertengahan Januari lalu (17 s/d 19 Januari) di Wisma UNP Belakang Balok Bukittinggi.
Ternyata di Sumatera Barat Nahdhiyyiin ada dimana-mana, diseluruh lini jejaring sosial keagamaan dan lembaga-lembaga pendidikan, baik untuk tingkat madrasah ibtidaiyah-nya, apalagi untuk jajaran perguruan tinggi dan stakeholder tertentu yang notabenenya adalah wajah-wajah Nahdhiyyiin yang selama ini tertutup kain selubung yang belum disingkap.
Warga Nahdliyin sering terlibat dalam dunia politik untuk memperjuangkan nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan ajaran dan khittah NU.
Dalam bidang keagamaan, NU juga memberikan panduan etis bagi warganya yang konsentrasi untuk berdakwah dan syi’ar ajaran Kanjeng Rasulullah, untuk Dunia perpolitikan, kader NU juga diberi asupan energi yang kuat guna bekal perpolitikan yang santun dan bermartabat.
Dalam entrik perpolitikan sebagaimana disampaikan di atas, Nahdhiyyiin lebih menitikberatkan kadernya untuk aspek moral dan membina kerukunan sosial, artinya Nahdhiyyiin tidak monoton dalam politik baku yang orientasinya hanya untuk raih kekuasan dan legitimasi semata.
Dalam konteks NU, berpolitik biasanya diimbangi dengan prinsip menjaga khittah NU (jalur NU) agar tidak terlibat terlalu jauh dalam perebutan kekuasaan, melainkan berperan sebagai pengawal moral.
Pasca PDPKNU, leading sector-nya NU di Sumatera Barat terus berupaya memperkuat struktur organisasi serumpun hingga ke tingkat ranting, pergerakan ini tentu saja dibarengi dengan pendidikan dan pengarahan secara cermat dan telaten oleh sesepuh serta tokoh berpengaruh dikalangan Nahdhiyyiin saat ini.
PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Sumbar secara aktif menggalang konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat.
Lembaga Pendidikan: NU mulai konsentrasi mendirikan lembaga pendidikan formal, seperti madrasah dan pesantren, untuk menyebarkan pemahaman Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.
Moderasi Beragama: NU memainkan peran penting dalam menjaga moderasi beragama dan keberagaman di Sumbar, khususnya dalam konteks hubungan antar umat beragama dan antar organisasi Islam.
Hubungan dengan Adat Minang: NU berusaha merangkul adat Minangkabau dengan pendekatan yang sejalan dengan tradisi lokal, sehingga mempermudah penerimaan di masyarakat.[]
*)Penulis adalah Ketua PCNU Kabupaten Agam, Wakil Ketua MUI Agam, Ketua FKPP Sumatera Barat, Pimpinan Pondok Pesantren Ashabul Yamin Lasi Kabupaten Agam, yang saat ini merupakan mahasiswa program doktoral UIN Bukittinggi.