Oleh : Bung eM (Pemred]
Part II
Psikologi-nya, kenapa sampai hari ini Bursa calon belum berani tampil dengan Parpol atau Pasangan-nya[?], jawabannya ; Mereka malu dan khawatir akan dipermalukan, itu saja, tak lebih dari itu….
———————————————-Next…
Hari ini, adalah minus 35 hari, dari jadwal pendaftaran para calon kepala daerah diseluruh kabupaten/kota se-Sumatera Barat, bahkan juga se Indonesia termasuk untuk Gubernur/ wakil gubernur—– tak aral melintang, jika planning Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk terima pendaftaran para calon kepala daerah (27-29 Agustus,2024 mendatang) adalah sesuai dengan schedule-nya, maka efektif waktu itu ada 30-35 hari lagi (20 Juli– 27-29 Agustus).
Kasif memang waktu, singkat terasa schedule ini, kecuali jika kita lagi menunggu “bonus” atau insentif lainnya—maka waktu akan terasa lama, atau akan terasa jenuh menunggu kebebasan orang tahanan ketika menjalankan putusan pengadilan di lembaga pemasyarakatan—- namun akan terasa singkat durasi waktu, jika ; kita menunggu tagihan dari bulan ke bulan atau bayaran mingguan untuk kredit mekar, koperasi, maupun bentuk setoran lainnya— sama juga halnya bagi bursa calon, maka waktu 35 hari tidak akan terasa lama.
Belum ada yang mengerucut, belum satupun yang fokus tentang “keberanian-nya” untuk mendaulat diri dan pasangannya menjadi salahsatu kontestan pilkada di semua tingkatan 2024 ini—-mereka hanya malu-malu dan masih diselimuti ragu bimbang.
Hal ini disebabkan karena, cemas dengan “Cost” politik belum transparan antara Pimpinan Parpol dan ketersediaan anggaran (baca; Budget) bagi individu yang ambisius—- negosiator tim konsultan politik (political consultants) belum punya cela dan berani untuk masuk ke ruang tamu rumah tangga parpol peserta pemilu legislatif 2024 yang lalu untuk dimintai dukungan—- tentu saja parpol yang perolehan kursinya diperhitungkan.
Gusar bercampur “gundah”, rata-rata Parpol peserta pemilu legislatif 2024 lalu, dihampir semua kabupaten kota di Sumatera Barat perolehan kursinya tidak mencapai angka 15 persen (Parpol besar sekalipun) dari 20 persen yang dipersyaratkan untuk mengusung kandidatnya mendaftar di Komisi Pemilihan Umum -Daerah (KPUD).
Paling tidak, dari 35 orang anggota DPRD kabupaten (jumlah kursi rata-rata untuk Anggota DPRD Kabupaten) di Sumatera Barat, parpol harus kantongi 20 persen dukungan (20% dukungan dari 35 kursi= 8 Kursi perolehan di DPRD)—maka solusi-nya adalah “koalisi”.
Koalisi kita masih “setengah matang”, koalisi kita masih tarik ulur perebutan fee dan komisi serta bentuk rabat lainnya —- ketua parpol yang direncanakan diajak untuk “koalisi” masih jual mahal dan perang tarif—- disatu sisi “jagoan” yang ambisi dengan barisan sakit hati-nya alami minus budget untuk penuhi tarif politik yang dijajakan ke timses-timses jagoan, ahli lobi tak “mangkus” dengan hanya “air liur” kepiawaian politik.
Dilema dan ironis, karena disatu sisi, para bursa calon yang bertekad “mudik” untuk bangun kampung halaman terasa berhadapan dengan tembok besar”Petahana” yang elektabilitas-nya melebihi pamor seorang raja, meskipun “raja kecil”—-pemudik akan nyata berhadapan dengan “duo” Petahana sekaligus; Bupati/walikota, Wakil Bupati/wakil Walikota, dan bahkan Gubernur dan Wakil Gubernur juga.
Masih untung, pasangan Petahana adalah “Paket pilkada” 2020 lalu yang alami “pacah kongsi” pada masa 2 tahun kepemimpinan-nya, maka versus untuk suksesi tahun 2024 ini adalah pasangan “Petahana” Vs “Petahana”—- recording-nya melihat dari kans politik masing-masing lagi, antara peluang dan tantangan, melihat kepada takdir masing-masingnya…
——————————-bersambung..